IRAMA MUSIK POLITIK MENGGELEGAR
DIPROVINSI LAMPUNG
Angin
demokrasi terhembus kembali setelah sekian lama tak terasa tiupan merdua
suaranya. Lima tahun berlalu nampak lampung telah menemui titik terakhir
jabatan pemimpinnya, sorak suara mencerita dan gemuruh kibar bendera beragam
warna tak sulit ditemui dari pelosok daerah desa sampai titik sentral kota,
para pendukung dan pengusung mulai mewarnai hiruk pikuk kehidupan bumi lampung
ini.
Setelah hari berubah bulan dan berganti tahun terlihat pembangunan
di sana-sini sebagai bukti eksistensi, walau tak sememuaskan konsumen
demokrasi. Namun mau diapakan lagi demokrasi politik rakyat hanya bergelora
dalam konteks pemilihan dan terkungkung setelahnya, hak-hak yang berkelanjutan
seakan terabaikan oleh konsep-konsep inkonstitusional seperti pragmatisme.
Tak
jarang lantunan hujat dan teriakan lara menyembur mengiringi suara-suara rakyat
atas ketidak berdayaannya dalam penyikapan. Kekuasaan king in the community
dan merupakan power of life dalam kehidupan social public dan social politik.
Derita mendera,
luka melara, tangis merintih dan kesulitan hidup yang makin
menjepit dari segala sisi. Diamana janji kesejahteraan itu, dimana janji kedamaian
itu, dimana janji kemanan itu, diamana segala janji terumbar yang disaksikan
oleh terik panas mentari, rumput-rumput berdiri, angin ribut yang silih
berganti,..?
Namun
kini harapan baru terbuka, bendera demokrasi berkibar kembali meski tak pernah
ada yang tau sebertahan apakah bendera itu akan berkibar, ataukah akan hilang
dalam putaran roda waktu..?? atau kah musnah oleh kikisan ambisi dan egoisme.
Lampung ku mintalah kepada Tuhan mu agar pada kesempatan ini engkau dikirimkan
sosok pejuang dalam pundak kepemimpinanmu. Lampungku Mintalah kepada Tuhanmu
bahwa sesunggunya yang kau butuhkan adalah pejuang bukan penguasa.
Ali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar