Senin, 25 Juni 2012

ushul fikih Wajib dilihat dari segi waktu melaksanakannya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Berangkat dari realita yang terjadi pada umat islam dalam pelaksanaan pelaksanaan hukum yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan tuntunan.
Kaitannya dengan hal tersebut, dalam makalah ini saya akan sedikit mengulas salah satu Hukum yang terkandung dalam Hukum Taqlifi yaitu wajib.
Pada dasarnya wajib ini sendiri dalam pelaksanaanya dibagi didalam beberapa segi, dalam makalah ini akan mengulas dari salah satu segi yaitu wajib dilihat dari segi waktu mengerjakannya. Hal ini sangat penting bagi kita karena dengan kita mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Wajib itu sendiri, sudah sesuaikah atau tidak dengan tuntunan sebagaimana yang telah syiarkan dalam agama islam.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Wajib..?
2.      Bagaimanakah pembagian Wajib..?
3.      Dibagi menjadi berapakah pembagian wajib Jika dilihat dari segi waktu mengerjakannya..?
1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah Agar pembaca mengetahui dengan jelas, bagaimana pelaksanaan wajib jika dilihat dari waktu mengerjakannya.
1.4  Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu: penulisa menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah.



BAB II
PEMBAHASAN
1.      WAJIB
a.       Pengertian wajib
Wajib atau fardlu yaitu sesuatu perbuatan yang diberi pahala jika dikerjakan dan diberi siksa bila ditinggalkan[1]. Atau suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa[2].
b.      Pembagian Wajib
Wajib atau fardlu terbagi atas dua bagian :
1.       Wajib ‘ain
 Wajib ‘ain yaitu sesuatu yang mesti atau harus dikerjakan oleh setiap mukallaf sendiri, seperti shalat yang lima waktu, puasa dan sebagainya.
2.      Wajib Kifayah
Yaitu Suatu kewajiban yang telah dianggap cukup apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari orang-orang mukallaf. Dan berdosalah seluruhnya jika tidak seorang pun dari mereka mengerjakannya, seperti menyolatkan dan mengubur  jenazah[3].

2.      WAIIB DILIHAT DARI SEGI WAKTU MENGERJAKANNYA
Dilihat dari segi waktu mengerjakannya wajib terbagi menjadi:
a.       Wajib mudhayyaq(yang disempitakan) atau mi’yar
Wajib mudhayyaq  yaitu waktu untuk melakukan kewajiban sama dengan banyaknya waktu yang dibutuhkan, seperti bulan ramadhan ditentukan untuk melakukan puasa selama satu bulan itu.
Contoh lain adalah akhir waktu sholat. Dalam wajib ini kewajiban harus segera dilakukan waktu itu juga.
b.      Wajib muwassa’ (yang diluaskan waktunya) atau dzarf
Yaitu wajib yang dimana waktunya lebih banyak dari pada waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban. Seperti sholat lima waktu. Dalam kewajiban muwassa’ pekerjaan tersebut boleh dilakukan disembarang waktu dalam batas waktu yang telah ditentukan[4].
Sedangkan menurut ulama ushul fikih bahwa jika dilihat dari segi waktu mengerjakannya wajib terbagi menjadi :
1.Wajib al mutlaq
Ialah sesuatu yang dituntut syar’I untuk dilaksanakan oleh mukallaf tanpa ditentukan waktunya,misalnya: kewajiban membayar kafarat sebagai hukumanorang yang melanggar sumpahnya. Orang yang bersumpah tanpa mengaitkan dengan waktu, lalu ia melanggar sumpahnya itu, maka kafaratnya boleh dibayar kapan saja.
2.Wajib al mu’aqqat
Adalah kewajiban yang harus dilaksanakan orang mukalaf pada waktu-waktu tertentu, seperti sholat dan puasa ramadhan. Sholat wajib harus dikerjakan pada waktunya, demikian pula puasa ramadhan. Waktu disini merupakan bagian dari kewajiban itu sendiri, sehingga apabila belum masuk waktunya, kewajiban itu belum ada. Wajib al mu’aqqat terbagi lagi dalam tiga macam, yaitu
-          Wajib muwassa’ (kewajiban yang mempunyai batas waktu yang lapang)
Yaitu kewajiban yang ditentukan waktunya tetapi waktunya ini cukup lapang, sehingga dalam waktu itu bias juga dikerjakan amalan yang sejenis. Misalnya, waktu-waktu yang ditentukan untuk melaksanakan shalat. Ketika masuk waktunya shalat dhuhur seseorang bisa melaksanakan shalat dhuhur dan shalat sunat.
-          Wajib mudhayyaq( yang mempunyai batas waktu yang sempit)
Yaitu kewajiban yang waktunya secara khusus diperuntukkan pada suatu amalan, dan waktunya itu tidak bisa digunakan untuk kewajiban lain. Seperti puasa ramadhan, harus dilaksanakan sebulan penuh, sehingga tidak bias diselingi dengan puasa sunnat atau mengganti puasa yang tertinggal.
-          Wajib dzu asy-syibhain
Yaitu kewajiban yang mempunyai waktu yang lapang tetapi tidak bisa digunakan untuk amalan sejenis secara berulang-ulang. Misalnya waktu haji itu cukup lapang dan seseorang bisa melaksanakan beberapa amalan haji pada waktu itu berkali-kali, tetapi yang diperhitungkan syara’ hanya satu amalan saja. Orang bisa berulang ulang melaksanakan amalan haji, tetapi amalan yang berulang itu tidaklah diperhitungkan syara’ sebagai suatu kewajiban. Akan tetapi ulama’ syafi’iyah berpendapat bahwa waktu untuk beribadah haji, termasuk dalam waktu wajib  almutlaq, karena seseorang boleh melaksanakan ibadah haji itu kapan saja ia mau selama ia hidup. [5]
     

Dalam persoalan wajib almuaqqat para ulama’ ushul fikih juga mengemukakan bahasan tentang persoalan `ada`, i’adah,dan qadha’, yang ketiganya terkait erat dengan pelaksanaan amalan yang berstatus wajib almuaqqat.
-          ‘Ada’, menurut Ibnu Al Hajib, adalah melaksanakan suatu amalan untuk pertamakalinya pada waktu yang ditentukan syara’. Apabila amalannya dikerjakan pada waktunya, bukan untuk pertama kalinya maka hal itu tidak dinamakan dengan ‘ada’.
-          I’adah, adalah suatu amalan yang dikerjakan untuk kedua kalinya pada waktu yang telah ditentukan, karena amalan yang dikerjakan pertama kali tidak sah atau mengandung uzur.
-          Qadha’ adalah suatu amalan yang dikerjakan diluar waktu yang telah ditentukan dan sifatnya sebagai pengganti. Apabila suatu amalan wajib tidak dilaksanakan baik disengaja atau tidak, dan mempunyai kemungkinan untuk dikerjakan atau tidak seperti puasa bagi wanita haid, sakit atau bepergian, maka seluruh amalan tersebut wajib dikerjakan pada waktu yang lain. Mengerjakan amalan-amalan yang tidak pada waktunya disebut qadha’.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wajib adalah suatu perbuatan atau suatu perkara yang apabila dikerjakan atau dilakukan akan mendapat pahala tatapi apabila tidak dikerjakan atau tidak dilakukan akan mendapat dosa.
Wajib atau fardhu dibagi menjadi:
a.       Wajib a’in
b.      Wajib kifayah
Jika dilihat dari waktu pelaksanaannya atau waktu mengerjakannya,dibagi atas:
a.       Wajib mudhayyaq ( yang disempitkan )atau ma’yar
b.      Wajib muwassa’ ( yang di luaskan waktunya ) atau dzarf.
Sedangkan menurut para ulama ushul fiqh,wajib dilihat dari waktu mengerjakannya,dibagi atas:
1.      Wajib al-mutlaq :
2.      Wajib al-muaqqat :
-          Wajib muwassa’
-          Wajib mudhayyaq
-          Wajib dzu asy-syibhain
Dalam persoalan wajib Al-mu’aqqat, ulama Ushul Fiqh juga mengkaitkannya dengan tiga hukum lainnya yang erat kaitannya dengan hukum wajib al-Muaqqat,yaitu:
- ‘Ada’
- I’adah
- Dzu Asy-Syibhain




DAFTAR PUSTAKA
·         Hanafi,M.A.,A.1975.USHUL FIQH.Jakarta;Widjaya.
·         Rifa’i,Drs.Moh.2009.RISALAH TUNTUNAN SHALAT LENGKAP.Semarang;PT. karya Toha Putra.
·         Syafe’I,MA.,Prof.DR.Rachmat,2007.ILMU USHUL FIQH.Bandung;CV.Pustaka Setia.





















·         [1] Hanafi,M.A.,A.1975.USHUL FIQH..hal  22
[2] Rifa’i,Drs.Moh.2009.RISALAH TUNTUNAN SHALAT LENGKAP. Hal 9
[3] Rifa’i,Drs.Moh.2009.RISALAH TUNTUNAN SHALAT LENGKAP. Hal 9
[4] Hanafi,M.A.,A.1975.USHUL FIQH..hal  22
[5] Syafe’I,MA.,Prof.DR.Rachmat,2007.ILMU USHUL FIQH. Hal 303
[6] Syafe’I,MA.,Prof.DR.Rachmat,2007.ILMU USHUL FIQH. Hal 304 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar