BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Berangkat dari realita
yang terjadi pada umat islam dalam pelaksanaan pelaksanaan hukum yang
seharusnya dilaksanakan sesuai dengan tuntunan.
Kaitannya dengan hal
tersebut, dalam makalah ini saya akan sedikit mengulas salah satu Hukum yang
terkandung dalam Hukum Taqlifi yaitu wajib.
Pada dasarnya wajib ini
sendiri dalam pelaksanaanya dibagi didalam beberapa segi, dalam makalah ini
akan mengulas dari salah satu segi yaitu
wajib dilihat dari segi waktu mengerjakannya. Hal ini sangat penting bagi
kita karena dengan kita mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Wajib itu sendiri,
sudah sesuaikah atau tidak dengan tuntunan sebagaimana yang telah syiarkan dalam
agama islam.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian Wajib..?
2.
Bagaimanakah pembagian Wajib..?
3.
Dibagi menjadi berapakah pembagian wajib
Jika dilihat dari segi waktu mengerjakannya..?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah Agar pembaca mengetahui dengan jelas, bagaimana pelaksanaan wajib jika
dilihat dari waktu mengerjakannya.
1.4 Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini
adalah menggunakan metode pustaka yaitu: penulisa menggunakan media pustaka
dalam penyusunan makalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
WAJIB
a. Pengertian
wajib
Wajib atau fardlu yaitu sesuatu
perbuatan yang diberi pahala jika dikerjakan dan diberi siksa bila ditinggalkan[1].
Atau suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan mendapat dosa[2].
b. Pembagian
Wajib
Wajib atau fardlu terbagi atas dua
bagian :
1. Wajib ‘ain
Wajib ‘ain yaitu sesuatu yang mesti atau harus
dikerjakan oleh setiap mukallaf sendiri, seperti shalat yang lima waktu, puasa
dan sebagainya.
2. Wajib
Kifayah
Yaitu Suatu kewajiban yang telah dianggap cukup
apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari orang-orang mukallaf. Dan
berdosalah seluruhnya jika tidak seorang pun dari mereka mengerjakannya,
seperti menyolatkan dan mengubur jenazah[3].
2. WAIIB
DILIHAT DARI SEGI WAKTU MENGERJAKANNYA
Dilihat
dari segi waktu mengerjakannya wajib terbagi menjadi:
a. Wajib
mudhayyaq(yang disempitakan) atau mi’yar
Wajib mudhayyaq yaitu waktu untuk
melakukan kewajiban sama dengan banyaknya waktu yang dibutuhkan, seperti bulan
ramadhan ditentukan untuk melakukan puasa selama satu bulan itu.
Contoh lain adalah
akhir waktu sholat. Dalam wajib ini kewajiban harus segera dilakukan waktu itu
juga.
b. Wajib
muwassa’ (yang diluaskan waktunya)
atau dzarf
Yaitu wajib yang dimana waktunya lebih
banyak dari pada waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban. Seperti
sholat lima waktu. Dalam kewajiban muwassa’ pekerjaan tersebut boleh dilakukan
disembarang waktu dalam batas waktu yang telah ditentukan[4].
Sedangkan menurut ulama
ushul fikih bahwa jika dilihat dari segi waktu mengerjakannya wajib terbagi
menjadi :
1.Wajib
al mutlaq
Ialah sesuatu yang dituntut syar’I untuk
dilaksanakan oleh mukallaf tanpa ditentukan waktunya,misalnya: kewajiban
membayar kafarat sebagai hukumanorang yang melanggar sumpahnya. Orang yang
bersumpah tanpa mengaitkan dengan waktu, lalu ia melanggar sumpahnya itu, maka
kafaratnya boleh dibayar kapan saja.
2.Wajib
al mu’aqqat
Adalah
kewajiban yang harus dilaksanakan orang mukalaf pada waktu-waktu tertentu,
seperti sholat dan puasa ramadhan. Sholat wajib harus dikerjakan pada waktunya,
demikian pula puasa ramadhan. Waktu disini merupakan bagian dari kewajiban itu
sendiri, sehingga apabila belum masuk waktunya, kewajiban itu belum ada. Wajib
al mu’aqqat terbagi lagi dalam tiga macam, yaitu
-
Wajib muwassa’ (kewajiban yang mempunyai
batas waktu yang lapang)
Yaitu kewajiban yang ditentukan waktunya
tetapi waktunya ini cukup lapang, sehingga dalam waktu itu bias juga dikerjakan
amalan yang sejenis. Misalnya, waktu-waktu yang ditentukan untuk melaksanakan
shalat. Ketika masuk waktunya shalat dhuhur seseorang bisa melaksanakan shalat
dhuhur dan shalat sunat.
-
Wajib mudhayyaq( yang mempunyai batas
waktu yang sempit)
Yaitu kewajiban yang waktunya secara
khusus diperuntukkan pada suatu amalan, dan waktunya itu tidak bisa digunakan
untuk kewajiban lain. Seperti puasa ramadhan, harus dilaksanakan sebulan penuh,
sehingga tidak bias diselingi dengan puasa sunnat atau mengganti puasa yang
tertinggal.
-
Wajib dzu asy-syibhain
Yaitu
kewajiban yang mempunyai waktu yang lapang tetapi tidak bisa digunakan untuk
amalan sejenis secara berulang-ulang. Misalnya waktu haji itu cukup lapang dan
seseorang bisa melaksanakan beberapa amalan haji pada waktu itu berkali-kali,
tetapi yang diperhitungkan syara’ hanya satu amalan saja. Orang bisa berulang
ulang melaksanakan amalan haji, tetapi amalan yang berulang itu tidaklah
diperhitungkan syara’ sebagai suatu kewajiban. Akan tetapi ulama’ syafi’iyah
berpendapat bahwa waktu untuk beribadah haji, termasuk dalam waktu wajib almutlaq, karena seseorang boleh melaksanakan
ibadah haji itu kapan saja ia mau selama ia hidup. [5]
Dalam persoalan wajib
almuaqqat para ulama’ ushul fikih juga mengemukakan bahasan tentang persoalan
`ada`, i’adah,dan qadha’, yang ketiganya terkait erat dengan pelaksanaan amalan
yang berstatus wajib almuaqqat.
-
‘Ada’, menurut Ibnu Al Hajib, adalah
melaksanakan suatu amalan untuk pertamakalinya pada waktu yang ditentukan
syara’. Apabila amalannya dikerjakan pada waktunya, bukan untuk pertama kalinya
maka hal itu tidak dinamakan dengan ‘ada’.
-
I’adah, adalah suatu amalan yang
dikerjakan untuk kedua kalinya pada waktu yang telah ditentukan, karena amalan
yang dikerjakan pertama kali tidak sah atau mengandung uzur.
-
Qadha’ adalah suatu amalan yang
dikerjakan diluar waktu yang telah ditentukan dan sifatnya sebagai pengganti.
Apabila suatu amalan wajib tidak dilaksanakan baik disengaja atau tidak, dan
mempunyai kemungkinan untuk dikerjakan atau tidak seperti puasa bagi wanita
haid, sakit atau bepergian, maka seluruh amalan tersebut wajib dikerjakan pada
waktu yang lain. Mengerjakan amalan-amalan yang tidak pada waktunya disebut qadha’.[6]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Wajib
adalah suatu perbuatan atau suatu perkara yang apabila dikerjakan atau
dilakukan akan mendapat pahala tatapi apabila tidak dikerjakan atau tidak
dilakukan akan mendapat dosa.
Wajib
atau fardhu dibagi menjadi:
a. Wajib
a’in
b. Wajib
kifayah
Jika
dilihat dari waktu pelaksanaannya atau waktu mengerjakannya,dibagi atas:
a. Wajib
mudhayyaq ( yang disempitkan )atau ma’yar
b. Wajib
muwassa’ ( yang di luaskan waktunya ) atau dzarf.
Sedangkan
menurut para ulama ushul fiqh,wajib dilihat dari waktu mengerjakannya,dibagi
atas:
1.
Wajib al-mutlaq :
2.
Wajib al-muaqqat :
-
Wajib muwassa’
-
Wajib mudhayyaq
-
Wajib dzu asy-syibhain
Dalam
persoalan wajib Al-mu’aqqat, ulama Ushul Fiqh juga mengkaitkannya dengan tiga
hukum lainnya yang erat kaitannya dengan hukum wajib al-Muaqqat,yaitu:
-
‘Ada’
-
I’adah
-
Dzu Asy-Syibhain
DAFTAR
PUSTAKA
·
Hanafi,M.A.,A.1975.USHUL FIQH.Jakarta;Widjaya.
·
Rifa’i,Drs.Moh.2009.RISALAH TUNTUNAN SHALAT LENGKAP.Semarang;PT. karya Toha Putra.
·
Syafe’I,MA.,Prof.DR.Rachmat,2007.ILMU USHUL FIQH.Bandung;CV.Pustaka
Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar