Sabtu, 10 Maret 2012

“ kamikah manusia intelektual itu”,,??

Mahasiswa adalah ujung tombak nyawa kenegaraan, perannya dan sepak terjang mereka diharapkan akan mampu mengebrak kehidupan kenegaraan beserta kandungannya seperti politik, budaya, social, ekonomi dan hal-hal lain yang merupakan suatu  prinsip yang tidak boleh terabaikan sedikitpun dari derapan langkah para pejuang mortir kemerdekaan.
                Lalu bagaimanakah mahasiswa yang patut dijadikan kebanggaan bangsa,,,???
apakah mereka yang selalu menyerukan “hidup mahasiswa”, “hidup rakyat Indonesia”, atau mereka yang selalu sibuk meyakinkan diri sendiri bahwa “ kamilah manusia intelektual”,,??
Mungkin saja,,, tapi cukupkah dengan hanya berteriak dan keyakinan buta tanpa nyata,,,,
                Kehidupan social butuh bukti riill, yang membuahkan hasil setiap perjuangan pemuda.
Apalah guna jika bibir melontar “hidup mahasiswa” & “hidup Rakyat Indonesia” jika tindak tanduk nya jauh panggang dari pada api. Apa buktinya,,,? Dengan mata telanjang kita sering melihat mahasiswa yang seakan menjunjung tinggi segala lini kehidupan namun peran tak bersinggung sedikitpun dengan yang mereka junjung itu. Mari kita jujur kita sering melakukan hal-hal yang tidak kita ketahui duduk perkaranya, kita sering mensentimenisasi para lawan politik kampus yang pada dasarnya tidak kita kenal siapa yang kita lawan dan mengapa kita harus menjadikannya lawan, dan yang lebih fatal lagi korection diri terhadap bekal kita untuk melawan tidak pernah kita sadari.
Karena diakui atau tidak berorganisasi  tidak cukup berfanatisme buta atau berloyalitas dungu saja, melainkan butuh apa yang biasa disebut “kontemplasi” dengan kaidah kausalitas yang dengan demikian semua dapat dengan mudah kita sikapi.
                Setiap pribadi mahasiswa tentu menyadari sehebat apapun mereka, seluas apapun langkah mereka dalam birokrasi kampus toh pada hakikatnya mereka adalah siswa yang secara harfiah bisa kita maknai mereka adalah pelajar yang sedang belajar, dan muncul pertanyaan ” akan menjadi lebih baikkah hanya dengan bersentimen dengan koridor panatisme buta dan loyalitas yang tak jelas arahnya,,?
 Tentu jawabannya adalah tidak, karena bukti dari manusia intelektual adalah “berbicara berdasarkan Dasar” dan bukan atas dasar fanatic ataupun keloyalitasan tak bermutu. Jadi jika kita melanjut perenungan kita, masih akankah kita menyebut “ sayalah mahasiswa sang intlektual” ,,
itu hak anda-anda semua yang penilaiannya tidak bisa dilukiskan dengan bukti goresan tinta yang tanpa pertanggung jawaban belaka,,, 
 atau jika ingin menghijrahkan cakrawala anda tentang hal terkait silahkan klin di SINI mungkin bisa dijadikan sebagai tambahan rujukan dalam perenungan,,,
 selamat mambaca,,
 salam mahasiswa
 By: Ali imron